Malam-malam gini enaknya nulis soal hantu akh. Ini bukan hantu sindiran macam hantu Marx yang suka keluar di bulan September itu tapi hantu beneran lo. Sebagian juga hantu imajiner sih alias hantu yang dikhayalkan di masa kecil dulu.
Nah, tulisan ini memang ditujukan untuk memelihara ingatan
masa kanak-kanak yg entah kenapa selalu bahagia dengan hal hal aneh di kampung.
Versi lisannya pernah diceritakan ke anak-anak saya Ima dan Dede ketika mereka
masih suka nanya-nanya, waktu kecil bapaknya kaya apa sih.
Yang perlu diceritakan dulu tentu soal kampungnya ya. Jadi nama kampungnya
atau dusunnnya itu adalah Labasan. Apa
artinya?. Jangan tanya deh, karena gak tahu. Kemudian kampung ini bergabung
dengan 2 kampung lainnya yakni Sanggrahan dan Sukunan yang kemudian
diadministrasikan dalam sebutan Dusun 10. Dulu juga ada sebutan Kring, gak tahu
juga apa artinya. Lalu di era RT/RW dipecah-pecah jadi makin ruwet aja (Itulah
Indonesia).
Kampung ini berada di Desa Pakembinangun yang jadi pusatnya kecamatan
Pakem. Otomatis berdekatan dengan pasar, terminal dan masjid besar, yakni
Masjid Attaqwa. Waktu kecil, masjid inilah yang menjadi salah-satu pusat
kegiatan saya. Maklumlah, bapak saya Alm KH Abdussomad Santosa adalah imam di
masjid ini
![]() |
Pemandangan sawah yang masih tersisa di kampung Labasan, 2013 |
Hantu pertama yang ingin dikenang adalah hantu pocong atau keranda. Ini
ceritanya karena di Masjid Attaqwa jaman dulu ada satu keranda (alat pengangkut
mayat) yang diletakkan di utara masjid. Orang-orang suka bercerita ada hantu
yang suka usil keluar dari keranda itu. Ia misalnya, pernah memindahkan orang yang
tidur di tengah masjid ke bawah bedug.
Tapi yang saya ingat betul entah nyata atau imajiner adalah pertemuan
dengan sang hantu suatu kali ketika saya masih suka tidur di tempat Pakde Dawam
yg rumahnya di utara masjid. Jaman itu saya masih usia SD dan masih banyak
pohon mlinjo besar di samping rumah pakde. Selepas Isya dan mau pulang ke rumah
kami melihat sosok hantu itu bergelantungan di atas pohon dengan pakainnya yang
legendaris. Reaksi saya saat itu hanya melongo saja, sementara kakak saya
kemudian berzikir untuk memintanya pergi.
Karena penasaran dengan cerita hantu ini, ketika sudah bersekolah di
Madrasah Tsanawiyah (setingkat SMP) , saya sangat sering tidur di masjid antara
lain karena ingin merasakan sensasi melihat hantu. Sayang, keinginan itu tak
pernah terpenuhi.
Hantu lain yang masih saya ingat adalah hantu perempuan dan anaknya di
Jembatan Pulowatu, Baratan. Cerita ini saya dengar dari bapak saya sendiri yang
juga adalah seorang pendakwah agama Islam. Karena itu beliau (semoga Allah
memberikan tempat yang mulia di Surga- Amin) kerap berkeliling di seputaran
kampung untuk mengajarkan agama Islam.
Suatu malam setelah menjalankan tugas itu, bapak harus melintasi jembatan
Pulowatu yang memang terkenal angker saat itu (sekarang sih sudah jadi tempat
wisata kuliner). Posisinya juga unik karena untuk melintasinya yang berada di
atas sungai boyong harus turun cukup tajam dan melewati lembah cukup panjang
sekitar 500 meter sebelum naik lagi di perkampungan.
Nah saat berada di ujung barat jembatan tiba-tiba ada seorang ibu
menggendong bayi meminta tumpangan. Tanpa firasat apapun, bapak pun
memboncengkannya meski saat ditanya akan turun dimana dia hanya diam saja.
Setelah beberapa saat, dan sampai melintasi desa Baratan, barulah bapak sadar
si ibu sudah tak ada di boncengan motor Yamaha-nya.
Saat itu beliau pun teringat bahwa
baru saja melintasi kuburan desa. Hebatnya bapak saya, beliau
Hantu lain yang pernah diceritakan
adalah hantu Wedon. Ini disampaikan oleh
salah-satu guru Ngaji di di kampung saya. Ceritanya, beliau bersama kelompok
pembaca Al Qur'an suatu kali harus pergi berjalan kaki ke kampung sebelah.
Saat
melintasi kuburan, tiba-tiba ada asap kecil di jalanan yang kemudian berubah
makin besar seraya membumbung ke angkasa dan membentuk figur yang menakutkan.
Setelah kelompok itu membacakan zikir, maka asap itu pun buyar pelan-pelan.
Hantu lain yang cukup melegenda adalah hantu yang kut kenduri. Ini kaitannya dengan sebuah bangunan kuno di kampung saya peninggalan jaman Belanda. Bangunan ini saya kenal pertama kali sebagai kantor pegadaian tapi kemudian digunakan untuk sekolah. Nah, suatu kali pemilik rumah di sebelah gedung ini sedang melakukan kenduri. Tiba-tiba ada seseorang tak dikenal ikut serta dalam acara itu tanpa seorang pun yang mengenalnya. Ketika kenduri selesai, tiba-tiba tak ada yang menyadari orang itu sudah hilang.
Selain kisah hantu itu, ada banyak cerita misteri di kampung saya. Seperti
tangisan anak-anak dari kubur sampai suara tangisan yang menandai akan adanya
kecelakaan yang bakal menelan korban jiwa di jalan Kaliurang.
Boleh percaya, kalau tidak pun tak apa-apa. Yang jelas, sejak kecil saya
adalah pembaca setia majalah berbahasa Jawa Joko Lodang dengan rubrik
favorit jagading lelembut (dunia arwah). - KK /RFH
No comments:
Post a Comment