Nov 1, 2010

UU KIP Terlambat Diterapkan di Bali



UNDANG -undang Nomor 14tahun 2008 tentang  Keterbukaan dan Informasi Publik (KIP) terlambat diterapkan  di Bali. UU itu mestinya sudah diberlakukan pada bulan Mei  2010 namun baru pada bulan Juni 2011 bisa diberlakukan.


Kepala Dinas Perhubungan dan Informatika  Bali Made Santha  menyatakan, mereka menghadapi masalah  anggaran dan transisi penataan lembaga public,  Pemprov
Bali baru bisa memasukkan pembentukan Komisi Informasi (KI) dalam APBD 2011.
“Namun di daerah lain pun, baru dua propinsi saja yang menerapkan  UU ini dan
telah memiliki KI , yakni Jawa Barat dan Jawa Timur,” jelasnya pada Diskusi dan
WorkshopPenerapan UU KIP di Bali, Senin (1/11) yang diadakan oleh Aliansi
Jurnalis Independen (AJI) Denpasar bersama Indonesian Corruption Watch (ICW).

Proses pendirian KI akan diawali dengan pembentukan Tim Seleksi yang melibatkan
kalangan akademisi, tokoh masyarakat dan pemerintah. Tim seleksi selanjutnya
akan menyaring minimal 10 calon dan maksimal 15 calon untuk diajukan dalam Fit
and Proper Test di DPRD Bali. Dari situ akan dipilih 5 calon anggota KI.

Sementara itu, menurutnya, sosialisasi sudah mulai dilakukan di lembaga publik
dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Nantinya di setiap lembaga itu akan
ada Penannggungjawab Pengelolaan Informasi Daerah (PPID) yang ditetapkan dengan
Peraturan Gubernur. Langkah lainnya adalah dengan merancang website
e-government. “Kami malah senang kalau LSM juga memantau proses ini,” tegasnya.


Terkait dengan penerapan UU itu, kalangan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di
Bali sepakat sepakat untuk membentuk Tim Pemantau Penerapan UU KIP (TP2KIP).
Langkah itu dilakukan karena lembaga-lembaga publik di Bali dirasakan kurang
responsif atas UU tersebut. LSM yang hadir antara lain Indonesian Police Watch,
Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Bali, Bali Sruti, LBH Bali, Perhimpunan Bantuan
Hukun Indonesia (PBHI) Bali, Sloka Institute, Mitra Bali, Linmas, Lembaga
Perlindungan Konsumen Bali, LBH APIK, dll.


Menurut Agus Sumberdana dari Sloka Institute, tim ini akan mengechek kesiapan
lembaga-lembaga publik dalam memenuhi permintaan informasi publik. “ Apakah
mereka sudah mulai mengkategorisasikan informasi dan memiliki prosedur layanan
informasi,” ujarnya. Pengechekan dilakukan dengan melayangkan permintaan
informasi sesuai dengan kompetensi masing-masing LSM . Selain itu, masyarakat
akan didorong untuk lebih aktif mencari informasi publik yang menjadi hak
mereka. 



Dalam survei yang dilakukan oleh Sloka Institute pada bulan Juni lalu,
lembaga-lembaga publik di Bali terbukti belum memiliki standar operasional
prosedur melayani permintaan itu. Permintaan informasi cenderung dipersulit dan
tidak ada pejabat yang bertanggungjawab atas suatu informasi. “ Biasanya pencari
informasi akan diping-pong tanpa kejelasan,” katanya yang ditunjukmenjadi
koordinator.

1 comment:

Anonymous said...

Terima kasih banyak untuk menulis ini, itu luar biasa informatif dan menceritakan ton